Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang.
Satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa tersebut adalah, pertama, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
A. Tatakelola Keuangan DIY
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur keuangan daerah berlaku bagi Pemerintahan Daerah DIY. Pemerintah Pusat menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Keistimewaan DIY dalam APBN sesuai dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara (Indonesia, 2012).
B. Tatakelola Keuangan Daerah Khusus Provinsi Aceh
Provinsi Aceh memperoleh Dana Otonomi Khusus yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
Dana tersebut berlaku untuk jangka waktu dua puluh tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% plafon DAU Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1% plafon DAU Nasional.
Dana tersebut merupakan bagian dari pendapatan dalam APBA sebutan lain dari APBD khusus bagi Provinsi Aceh yakni rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah Provinsi Aceh yang ditetapkan dengan Qanun Aceh, sedangkan APBK sebutan lain dari APBD khusus bagi Kabupaten/ kota di Provinsi Aceh adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah kabupaten/kota yang ditetapkan dengan Qanun Kabupaten/Kota.
Keuangan partai politik lokal bersumber dari iuran anggota; sumbangan yang sah menurut hukum; dan bantuan dari APBA dan APBK. Qanun Aceh merupakan peraturan perundangundangan sejenis Perda Provinsi, kabupaten atau kota yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Aceh dan kabupaten/kota dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didanai dari dan atas beban APBA dan APBK. Sebagaimana daerah lainnya, penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur Aceh selaku wakil pemerintah pusat disertai dengan pendanaan dari APBN dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi.
Demikian pula dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintahan Aceh, pemerintahan kabupaten/kota, dan gampong disertai dengan pendanaan dari APBN. Gampong merupakan kesatuan masyarakat hukum yang dipimpin oleh Keuchik yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
Berkaitan dengan sumber penerimaan dan pengelolaan keuangan negara, pada prinsipnya sama seperti daerah lainnya di Indonesia, yakni Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah tersebut bersumber dari PAD; Dana Perimbangan; Dana Otonomi Khusus; dan lain-lain pendapatan yang sah.
Sumber PAD Aceh dan PAD kabupaten/kota terdiri atas pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan milik provinsi/kabupaten/kota dan hasil penyertaan modal provinsi/kabupaten/kota; zakat; dan lain-lain pendapatan asli provinsi dan pendapatan asli kabupaten/kota yang sah.
Besaran Dana Perimbangan bagi Aceh ditetapkan secara khusus dengan jumlah lebih besar daripada daerah lainnya, misalnya DBH pajak yang meliputi PBB 90%; BPHTB 80%; PPh 20%; sedangkan DBH yang bersumber dari hidrokarbon dan sumber daya alam lain, yakni yang bersumber dari kehutanan sebesar 80%; perikanan 80%; pertambangan umum 80%; pertambangan panas bumi 80%; pertambangan minyak 15%; dan pertambangan gas bumi 30%. Selain DBH tersebut, Aceh pun menerima bagian dari pertambangan minyak 55%; dan bagian dari pertambangan gas bumi 40%.
Dua sumber dana tersebut dialokasikan untuk membiayai pendidikan paling sedikit 30% dan paling banyak 70% dialokasikan untuk membiayai program pembangunan. Sebagaimana daerah lainnya, perolehan Dana Perimbangan selain yang bersumber dari DBH pajak dan DBH yang bersumber dari hidrokarbon dan sumber daya alam lain, Aceh pun menerima DAU dan DAK.
Berbeda dengan daerah lainnya, dalam melaksanakan prinsip transparansi pengumpulan dan pengalokasian pendapatan, Pemerintah Aceh dapat menggunakan auditor independen yang ditunjuk oleh BPK untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, kemudian BPK menyerahkan hasil pemeriksaan tersebut kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh.
C. Tatakelola Keuangan Daerah Khusus Provinsi Papua
Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, kewenangan provinsi ini mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal, agama, dan peradilan serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Selain itu dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua dan kabupaten/kota diberi kewenangan khusus.
Kewenangan khusus tersebut tercermin dalam Otonomi Khusus, yakni kewenangan yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak dasar masyarakat Papua.
Kewengan khusus tersebut antara lain kewenangan Kampung atau yang disebut dengan nama lain pada kesatuan masyarakat hukum, memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten/kota.
Kewenangan khusus lainnya dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus Provinsi Papua selain DPRP dibentuk MRP yang merupakan representasi kultural Orang Asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka pelindungan penghormatan terhadap adat dan budaya, hak-hak Orang Asli Papua dengan berlandaskan pada pemberdayaan perempuan dan pemantapan kerukunan hidup beragama yang berkedudukan di setiap ibu kota provinsi.
D. Tatakelola Keuangan DKI Jakarta
Dasar hukum penyelenggaraan Provinsi DKI Jakarta adalah Undang-undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dasar pertimbangan pembentukan provinsi tersebut mengingat DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga perlu diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom.
Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Daerah Provinsi DKI Jakarta adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD Provinsi DKI Jakarta menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sedangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah gubernur dan perangkat daerah Provinsi DKI Jakarta sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Provinsi DKI Jakarta. Berbeda dengan daerah lainnya, otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada tingkat provinsi.
Dalam hal penyelenggaraan pemerintahan, Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan menurut asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan, dan kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang membedakannya dengan daerah lain, antara lain gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah Pusat dan Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta diberikan kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam kedudukan DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, dibantu oleh sebanyakbanyaknya empat orang deputi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.
Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai daerah otonom sama dengan daerah lainnya, yakni mencakup seluruh urusan pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, agama, serta bagian-bagian dari urusan pemerintahan lain yang menjadi wewenang Pemerintah Pusat, dan urusan pemerintahan lainnya yang diatur undang-undang.
Urusan Pemerintahan yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat kepada gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan asas dekonsentrasi, sedangkan Urusan Pemerintahan yang ditugaskan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dilaksanakan dalam rangka penyelenggaraan asas tugas pembantuan.
Kewenangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia meliputi penetapan dan pelaksanaan kebijakan dalam bidang
- Tata ruang, sumber daya alam, dan lingkungan hidup
- Pengendalian penduduk dan permukiman
- Transportasi
- Industri dan perdagangan
- Pariwisata
Post a Comment