WcBma5LrLOg50X66kF3p5HaCfJ41Lo99JHjSF8cx
Bookmark

Teori Kebijakan Publik dan Fly Paper Effect Theory

Teori Kebijakan Publik dan Fly Paper Effect Theory

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, pada era reformasi undang-undang ini diganti oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, diganti oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi.

A. Teori Kebijakan Publik

Tahapan fungsional administrasi publik meliputi agenda setting, formulation, implementation, dan evaluation (Skok, 1995); atau analisis formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan (Sirajuddin, 2016); dan (Almeida and Báscolo, 2006).

Arah baru formulasi kebijakan adalah jika opini publik searah dengan kebijakan publik (Monroe, 1998); formulasi kebijakan meliputi isu koordinasi, kolaborasi, dan kemitraan sangat penting dalam pemenuhan sumber daya dan produksi, pengembangan modal sosial, dan pembangunan berkelanjutan.

Inovasi formulasi kebijakan memerlukan metodologi dan strategi, yaitu “siklus kebijakan” agenda setting, analisis dampak, dan perumusan kebijakan (Falcone et al., 2019); penting diterapkannya model inkrementalis dalam formulasi kebijakan publik, yakni kelanjutan dari kebijakan di masa lalu, memodifikasi kebijakan di masa lalu, evaluasi kebijakan secara komprehensif, mempertahankan kinerja, memperbaiki tujuan yang belum tercapai (Muadi et al., 2016).

Aspek implementasi kebijakan, perlu dihindarinya kesenjangan pelayanan, ketimpangan antara apa yang diminta dan yang ditawarkan dalam setiap tingkatan birokrasi (Hupe and Buffat, 2014). 

Implementasi kebijakan perlu sejalan dengan harapan masyarakat dan diarahkan pada lokus dan fokus, baik maksud, output, maupun outcome (Akib, 2010).

Implementasi kebijakan merupakan penerapan keputusan kebijakan dalam rangka mencapai tujuan yang meliputi tiga kegiatan pokok, yakni ex-ante (memilih alternatif prioritas), on-going (progres pelaksanaan), dan ex-post (tingkat ketercapaian) (Desrinelti et al., 2021).

Adapun evaluasi kebijakan meliputi evaluasi perumusan, implementasi, dan pascaimplementasi atau penilaian dampak (evaluasi) (Khan and Rahman, 2017). Beberapa teori tersebut dapat dijadikan acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan kebijakan keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah.

Secara teoritik, proses kebijakan publik meliputi formulasi, implementasi, evaluasi, dan reformulasi kebijakan. Dalam formulasi kebijakan, agenda kebijakan, identifikasi masalah kebijakan, rencana pemecahan masalah, dan rencana perumusan masalah yang akan dituangkan ke dalam rancangan kebijakan penting diperhatikan dalam upaya mengatasi segala permasalahan kebijakan.

Hal tersebut dapat digunakan dalam setiap bidang ilmu kebijakan. Batas perumusan kebijakan tersebut hingga ditetapkannya sebuah kebijakan publik, seperti ditetapkannya sebuah undangundang, peraturan daerah atau keputusan-keputusan private sector.

Sedangkan implementasi kebijakan merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan yang sudah ditetapkan sebelumnya (dalam proses formulasi kebijakan), seperti aplikasi undang-undang, peraturan daerah atau keputusankeputusan private sector tersebut.

Implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai dasar regulasi atau landasan hukum pengambilan kebijakan dalam pelayanan publik, kesejahteraan sosial, dan lingkungan. Implementasi kebijakan publik merupakan pemenuhan harapan masyarakat yang ideal, meskipun dalam kenyataannya bisa diametral dengan harapan tersebut.

Tercapainya tujuan program dan kegiatan pembangunan sebagai konsekuansi dari sebuah kebijakan dalam perencanaan pembangunan misalnya merupakan sesuatu yang ideal dalam pelayanan publik, meskipun dalam kenyataannya masih belum sesuai dengan harapan kelompok sasaran.

Dengan demikian, umpan balik sangat penting dalam implementasi kebijakan sebagai rujukan dalam pelaksanaan evaluasi kebijakan. Evaluasi kebijakan bertujuan untuk penilaian dampak, baik dampak positif (perubahan progresif) maupun negatif (perubahan regresif).

Evaluasi terhadap suatu kebijakan yang sudah diimplementasikan diperlukan perubahan atau penyempurnaan kebijakan sebelumnya, hal tersebut merupakan reformulasi kebijakan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa formulasi kebijakan → implemenasi kebijakan → evaluasi kebijakan → reformulasi kebijakan merupakan “siklus proses kebijakan publik” (Undang et al., 2022).

Kebijakan publik dalam penyelanggaraan Otonomi Daerah tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undangundang tersebut menjelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan Asas Otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berdasarkan Otonomi Daerah.

Sementara itu, desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi; otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat; sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu atau kepada bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum (Indonesia, 2014c).

Pelimpahan wewenang yang tidak substansial seperti itu disebut pseudo-decentralization; desentralisasi yang paling lemah (Abdullah, 2005).

B. Flypaper Effect Theory

Di Cina, pertumbuhan ekonomi dan inflasi dipengaruhi oleh desentralisasi fiskal dan ekonomi; meskipun desentralisasi baik untuk pertumbuhan, tetapi buruk bagi stabilitas harga (Feltenstein and Iwata, 2005).

Di negara Leviathan, hibah antar-pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi, menyebabkan flypaper effect (Bae and Feiock, 2004). Jika belanja daerah lebih besar daripada perolehan transfer maka mengakibatkan flypaper effect (Oates, 2003).

Asimetrisnya bantuan (transfer) pemerintah pusat dengan kebutuhan belanja daerah berimplikasi pada flypaper effect (Turnbull, 1992). Di Kota Ghana, flypaper effect terjadi dalam pemberian hibah tambahan modal tunai dan barang kepada pengusaha mikro.

Hanya hibah barang yang dapat memberikan laba; hibah uang mengakibatkan kerugian; dan pengusaha perempuan mendapatkan laba lebih tinggi daripada laki-laki (Fafchamps et al., 2013). Studi terhadap 84 negara kreditor IMF (1975-2014), pembangunan keuangan tidak memiliki efek langsung pada kesenjangan kemiskinan, meskipun pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi kemiskinan (de Haan et al., 2021).

Bukti dari Armenia, kemampuan keuangan dan indikator sosialekonomi, akan lebih menguntungkan secara finansial jika (pemerintah pusat) memiliki unit pemerintah daerah yang lebih besar dalam pelayanan publik (Barabashev, 2022).

0

Post a Comment